KONSELING EGO
A. Konsep Dasar dan
Sejarah Konseling Ego
Konseling ego memiliki ciri khas yang lebih menekankan pada fungsi ego.
Kegiatan konseling yang dilakukan pada umumnya bertujuan untuk memperkuat ego
strength, yang berarti melatih kekuatan ego klien. Konseling
ego dipopulerkan oleh Erikson. Seringkali orang yang
bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya, orang yang
rendah diri, dan tidak bisa mengambil keputusan secara tepat dikarenakan ia
tidak mampu memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, meraih keinginannya. Perbedaan ego menurut
Freud dengan ego menurut Erikson adalah: menurut Freud ego tumbuh dari id,
sedangkan menurut Erikson ego tumbuh sendiri yang menjadi kepribadian
seseorang.
Erik
Erikson adalah seorang psikolog perkembangan Denmark-Jerman-Amerika dan
psikoanalis terkenal karena teorinya tentang pembangunan sosial manusia. Perkembangan
identitas tampaknya telah menjadi salah satu keprihatinan Erikson terbesar
dalam hidup sendiri maupun teorinya. Selama masa kanak-kanak dan dewasa awal ia
dikenal sebagai Erik Homburger dan orang tuanya terus rincian kelahirannya
rahasia. Dia adalah seorang, jangkung pirang, bermata biru anak yang dibesarkan
dalam agama Yahudi. Erikson adalah seorang mahasiswa dan guru seni. Setelah
lulus dari Erikson Institute di Wina psikoanalitis 1933. Ia berhijrah bersama istrinya, pertama ke
Denmark lalu ke Amerika Serikat, di mana ia menjadi psikoanalis anak pertama di
Boston. Erikson memegang posisi di Massachusetts General Hospital. Pada tahun
1936, Erikson menerima posisi di Yale University, bekerja di Institute of Human
Relations dan mengajar di Sekolah Kedokteran. Setelah setahun mengamati
anak-anak Sioux di Dakota Selatan, ia bergabung dengan staf pengajar University
of California di Berkeley, berafiliasi dengan Institut Kesejahteraan Anak, dan
membuka praktik.
Setelah
penerbitan buku yang terkenal Erikson, Anak dan Masyarakat, pada 1950, ia
meninggalkan University of California ketika profesor ada diminta untuk
tanda-tangani sumpah loyalitas. Pada tahun 1960, Erikson kembali ke Harvard
sebagai profesor pembangunan manusia dan tetap di universitas hingga pensiun
pada tahun 1970. Erikson juga dikreditkan dengan menjadi salah satu pencetus
psikologi Ego, yang menekankan peran ego sebagai lebih dari seorang hamba
id.
Menurut
Erikson, lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk memberikan
pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas. Bukunya 1969
Gandhi Kebenaran, yang lebih terfokus pada teori yang diterapkan untuk tahap
selanjutnya dalam siklus hidup, memenangkan hadiah Pulitzer Erikson dan US
National Book Award. Pada tahun 1973 National Endowment untuk dipilih Humaniora
Erikson untuk Kuliah Jefferson, kehormatan pemerintah federal AS untuk
pencapaian tertinggi di humaniora. Erikson kuliah berjudul "Dimensi dari
Identity Baru. Erik Erikson meninggal pada 12 Mei 1994.
Erikson
menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego yakni kepercayaan dan penghargaan, otonomi dan kemauan,
kerajinan dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta,
generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego ini dapat menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada
setiap tahap kehidupan. Ego bukan menjadi budak lagi, namun dapat mengatur id,
superego dan dibentuk oleh konteks cultural dan historik. Berikut adalah ego yang sempurna menurut Erikson :
1.
Faktualitas
adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi dengan metoda
kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data hasil interaksi
dengan lingkungan.
2.
Universalitas
berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sens of reality) yang
menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan semesta, mirip
dengan pronsip realita dari Freud.
3.
Aktualitas
adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain,
memperkuat hubungan untuk mencapai tujuan bersama.
B.
Teori Kepribadian Erikson
Menurut teori ini
manusia tidaklah didorong oleh energi dari dalam, melainkan untuk merespon
rangsangan yang berbeda-beda, misalnya indvidu dalam kehidupannya perlu
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Erikson egolah yang mengembangkan
segala sesuatunya. Misalnya kemampuan individu, keadaan dirinya, hubungan
sosialnya dan penyaluran minatnya. Seorang individu haruslah memiliki ego yang
sehat dan kuat guna merespon kondisi lingkungan sebagai salah satu proses
beradaptasi. Erikson lebih menekankan pembahasan
kepada pembahasan psikososial. Dalam teorinya, Erikson merumuskan ciri-ciri
perkembangan kepribadian menjadi delapan tahap, yaitu:
1.
Masa bayi awal (0-1 tahun)
2.
Masa bayi akhir (1-3 tahun)
3.
Masa kanak-kanak awal (3-5 tahun)
4.
Masa kanak-kanak pertengahan (6-11 tahun)
5.
Masa puber dan remaja (12-20 tahun)
6.
Masa dewasa awal (21-30 tahun)
7.
Masa dewasa pertengahan (30-55 tahun)
8.
Masa dewasa akhir (55 tahun ke atas)
Proses Perkembangan Kepribadian, Erikson membagi atas empat tahapan sebagai
berikut:
1. Ego berkembang atas kekuatan dirinya sendiri.
2. Pertumbuhan ego yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan anak
dalam berkomunikasi. Karena melalui komunikasi individu dapat mengukur dan
menilai tingkah lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain.
3. Perkembangan bahasa juga menambah keterampilan individu untuk membedakan
suatu objek dalam lingkungan dengan bahasa individu mampu berkomunikasi dengan
orang lain.
4. Kepribadian individu berkembang terus menerus melalui proses hubungan
dirinya dengan dunia luar atau lingkungannya (adanya keterkaitan antara
hubungan yang satu dengan yang lain).
C. Fungsi Ego
Fungsi ego dalam diri individu dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu:
a.
Fungsi dorongan ekonomis, fungsi
ego ini menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam bentuk tingkah laku secara
baik yaitu yang baik dan dapat diterima lingkungan, berguna dan menguntungkan
baik bagi diri individu sendiri maupun orang lain di lingkungannya.
b.
Fungsi kognitif, berfungsinya ego pada diri individu untuk
menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat
mempergunakannya unuk keperluan coping behavior. Dalam hal ini
individu mempergunakan kemampuan kognitifnya dengan disertai oleh
pertimbangan-pertimbangan akal dan menalar.
c.
Fungsi pengawasan, disebut juga
dengan fungsi kontrol, maksudnya tinglah laku yang dimunculkan individu
merupakan tingkah laku yang berpola dan sesuai dengan aturan. Secara khusus
fungsi ego ini mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang
dimunculkan.
D. Tujuan Konseling Ego
Adapun
tujuan konseling menurut Erikson adalah memfungsikan ego klien secara penuh.
Tujuan lainnya adalah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga
terbentuk coping behavior yang dikehendaki dan dapat terbina
agar ego klien itu menjadi lebih kuat. Ego yang baik adalah ego yang kuat,
yaitu yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan dimana dia berada.
E. Langkah-langkah Konseling Ego
Adapun
langkah-langkah dalan penyelenggaraan konseling ego adalah:
1. Membantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan dengan
kehidupan, feeling terhadap peranannya, penampilan dan hal lain
yang terkait dengan tugas-tugas kehidupannya.
2. Klien diproyeksikan dirinya terhadap masa depan. Dalam hal ini
konselor mendiskusikan tujuan hidup masa depan klien, sekaligus potensi-potensi
yang dimilikinya. Konselor membawa klien agar mampu melihat hubunagn yang
signifikan antara masa depan dan tujuan hidup klien dengan kondisinya di masa
sekarang.
3. Konselor mendiskusikan bersama klien hambatan-hambatan yang
ditemuinya untuk mencapai tujuan masa depan.
4. Konselor melalui proses interpretasi dan refleksi, mengajak
klien untuk mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya. Selanjutnya konselor
berusaha agar klien melihat hubungan antara perasaan perasaannya tadi dengan
tingkah lakunya.
5.
Konselor membantu klien menemukan
seperangkat hasrat, kemauan dan semangat yang lebih baik dan mantap dalam
kaitannya dengan hubungan sosial. Kalau memungkinkan konselor melatihkan
tingkah laku yang baru.
F.
Aturan dalam Proses Konseling Ego
Ada Beberapa aturan dalam konseling ego
yaitu:
1.
Proses konseling harus bertitik
tolak dari proses kesadaran.
2.
Proses konseling bertitik tolak
dari asas kekinian.
3.
Proses konseling lebih ditekankan
pada pembahasan secara rasional.
4.
Konselor hendaknya menciptakan
suasana hangat dan spontan, baik dalam penerimaan klien maupun dalam proses
konseling.
5.
Konseling harus dilakukan secara
profesional.
6.
Proses konseling hendaklah tidak
berusaha mengorganisir keseluruhan kepribadian individu, melainkan hanya pada
pola-pola tingkah laku salah suai saja.
G. Teknik- Teknik Konseling Ego
Teknik yang dipakai tidak kaku,
melainkan luwes sesuai dengan hak klien untuk menjadi dirinya sendiri,
meliputi:
1.
Pengawalan: membina hubungan antara
klien dan konselor.
2.
Pengontrolan proses,
meliputi:
·
Memusatkan kegiatan pada tugas
membangun ego strength klien
·
Mengontrol keseimbangan antara
ekspresi klien yang bersifat kognitif maupun konatif (emosi) tetapi proses
konseling tetap menekankan dimensi kognitif.
·
Mengontrol ambiguitas dalam
proses konseling
3. Transferensi (trans), dalam konseling ego transferensi dimaksudkan sebagai perasaan
klien yang timbul terhadap konselor.
4. Counter transference (konstrans), upaya konselor untuk
mencegah munculnya perasaan terhadap klien dan mempengaruhi proses konseling.
5. Diagnosis dan interpretasi, konselor
bertanggungjawab merumuskan dan mendiagnosis masalah, serta memberikan
kesempatan kepada klien untuk memahami masalah-masalahnya itu.
H. Masalah yang Menjadi Perhatian
Konseling Ego
1. Apabila individu tertekan oleh keadaan
yang menimpanya dan ego kehilangan kontrol, maka kontrol terhadap
tingkah laku beralih dari kesadaran ke ketidaksadaran --- kontrol beralih dari ego ke id.
2.
Tingkah
Laku Salah Suai (TLSS), Munculnya tingkah laku
salah suai pada diri seseorang disebabkan oleh tiga faktor, yaitu:
· Individu di
masa lalunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan merespon rangsangan
dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang menjadi salah suai dalam
bertingkah.
·
Apabila pola coping yang sudah
terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai lagi dengan situasi sekarang.
·
Fungsi ego tidak berjalan dengan
baik, saat bertingkah laku salah satu fungsi ego atau ketiga-tiganya tidak
berfungsi dengan baik, misalnya individu tersebut tidak mempertimbangkan untung
ruginya dalam bertingkah laku, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang
mengontrol perasaan, sehingga menjadi sorotan dari lingkungan dan tentu saja
menimbulkan ketidaknyamanan bagi individu.
3.
Rusaknya
fungsi ego
Misalnya
individu tersebut tidak mempertimbangkan untung ruginya dalam bertingkah laku
tertentu, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang mengontrol perasaanya
sehingga menjadi sorotan orang disekitarnya dan tentu saja menimbulkan
ketidakenakan bagi yang bersangkutan.
Sumber:
Http://konseling
ego/konseling-ego-dipopulerkan-oleh-erikson.html, diakses 31 Maret 2013
http://konselorindonesia.blogspot.com, diakses
31 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar