Minggu, 29 September 2013

Konseling Ego


KONSELING EGO
A.    Konsep Dasar dan Sejarah Konseling Ego
Konseling ego memiliki ciri khas yang lebih menekankan pada fungsi ego. Kegiatan konseling yang dilakukan pada umumnya bertujuan untuk memperkuat ego strength, yang berarti melatih kekuatan ego klien. Konseling ego dipopulerkan oleh Erikson. Seringkali orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya, orang yang rendah diri, dan tidak bisa mengambil keputusan secara tepat dikarenakan ia tidak mampu memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, meraih keinginannya. Perbedaan ego menurut Freud dengan ego menurut Erikson adalah: menurut Freud ego tumbuh dari id, sedangkan menurut Erikson ego tumbuh sendiri yang menjadi kepribadian seseorang.
Erik Erikson adalah seorang psikolog perkembangan Denmark-Jerman-Amerika dan psikoanalis terkenal karena teorinya tentang pembangunan sosial manusia. Perkembangan identitas tampaknya telah menjadi salah satu keprihatinan Erikson terbesar dalam hidup sendiri maupun teorinya. Selama masa kanak-kanak dan dewasa awal ia dikenal sebagai Erik Homburger dan orang tuanya terus rincian kelahirannya rahasia. Dia adalah seorang, jangkung pirang, bermata biru anak yang dibesarkan dalam agama Yahudi. Erikson adalah seorang mahasiswa dan guru seni. Setelah lulus dari Erikson Institute di Wina psikoanalitis 1933.        Ia berhijrah bersama istrinya, pertama ke Denmark lalu ke Amerika Serikat, di mana ia menjadi psikoanalis anak pertama di Boston. Erikson memegang posisi di Massachusetts General Hospital. Pada tahun 1936, Erikson menerima posisi di Yale University, bekerja di Institute of Human Relations dan mengajar di Sekolah Kedokteran. Setelah setahun mengamati anak-anak Sioux di Dakota Selatan, ia bergabung dengan staf pengajar University of California di Berkeley, berafiliasi dengan Institut Kesejahteraan Anak, dan membuka praktik.
Setelah penerbitan buku yang terkenal Erikson, Anak dan Masyarakat, pada 1950, ia meninggalkan University of California ketika profesor ada diminta untuk tanda-tangani sumpah loyalitas. Pada tahun 1960, Erikson kembali ke Harvard sebagai profesor pembangunan manusia dan tetap di universitas hingga pensiun pada tahun 1970. Erikson juga dikreditkan dengan menjadi salah satu pencetus psikologi Ego, yang menekankan peran ego sebagai lebih dari seorang hamba id. 
Menurut Erikson, lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas. Bukunya 1969 Gandhi Kebenaran, yang lebih terfokus pada teori yang diterapkan untuk tahap selanjutnya dalam siklus hidup, memenangkan hadiah Pulitzer Erikson dan US National Book Award. Pada tahun 1973 National Endowment untuk dipilih Humaniora Erikson untuk Kuliah Jefferson, kehormatan pemerintah federal AS untuk pencapaian tertinggi di humaniora. Erikson kuliah berjudul "Dimensi dari Identity Baru. Erik Erikson meninggal pada 12 Mei 1994. 
Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego yakni kepercayaan dan penghargaan, otonomi dan kemauan, kerajinan dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego ini dapat menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Ego bukan menjadi budak lagi, namun dapat mengatur id, superego dan dibentuk oleh konteks cultural dan historik. Berikut adalah ego yang sempurna menurut Erikson :
1.    Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi dengan metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data hasil interaksi dengan lingkungan.
2.    Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sens of reality) yang   menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan semesta, mirip dengan pronsip realita dari Freud.
3.    Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat   hubungan untuk mencapai tujuan bersama.
B.      Teori Kepribadian Erikson
Menurut teori ini manusia tidaklah didorong oleh energi dari dalam, melainkan untuk merespon rangsangan yang berbeda-beda, misalnya indvidu dalam kehidupannya perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Erikson egolah yang mengembangkan segala sesuatunya. Misalnya kemampuan individu, keadaan dirinya, hubungan sosialnya dan penyaluran minatnya. Seorang individu haruslah memiliki ego yang sehat dan kuat guna merespon kondisi lingkungan sebagai salah satu proses beradaptasi. Erikson lebih menekankan pembahasan kepada pembahasan psikososial. Dalam teorinya, Erikson merumuskan ciri-ciri perkembangan kepribadian menjadi delapan tahap, yaitu:
1.    Masa bayi awal (0-1 tahun)
2.    Masa bayi akhir (1-3 tahun)
3.    Masa kanak-kanak awal (3-5 tahun)
4.    Masa kanak-kanak pertengahan (6-11 tahun)
5.    Masa puber dan remaja (12-20 tahun)
6.    Masa dewasa awal (21-30 tahun)
7.    Masa dewasa pertengahan (30-55 tahun)
8.    Masa dewasa akhir (55 tahun ke atas)
Proses Perkembangan Kepribadian, Erikson membagi atas empat tahapan sebagai berikut:
1.    Ego berkembang atas kekuatan dirinya sendiri. 
2.    Pertumbuhan ego yang normal adalah dengan berkembangnya keterampilan anak dalam berkomunikasi. Karena melalui komunikasi individu dapat mengukur dan menilai tingkah lakunya berdasarkan reaksi dari orang lain. 
3.    Perkembangan bahasa juga menambah keterampilan individu untuk membedakan suatu objek dalam lingkungan dengan bahasa individu mampu berkomunikasi dengan orang lain. 
4.    Kepribadian individu berkembang terus menerus melalui proses hubungan dirinya dengan dunia luar atau lingkungannya (adanya keterkaitan antara hubungan yang satu dengan yang lain).



C.  Fungsi Ego

Fungsi ego dalam diri individu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a.    Fungsi dorongan ekonomis, fungsi ego ini menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam bentuk tingkah laku secara baik yaitu yang baik dan dapat diterima lingkungan, berguna dan menguntungkan baik bagi diri individu sendiri maupun orang lain di lingkungannya.
b.    Fungsi kognitif,  berfungsinya ego pada diri individu untuk menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat mempergunakannya unuk keperluan coping behavior. Dalam hal ini individu mempergunakan kemampuan kognitifnya dengan disertai oleh pertimbangan-pertimbangan akal dan menalar.
c.    Fungsi pengawasan, disebut juga dengan fungsi kontrol, maksudnya tinglah laku yang dimunculkan individu merupakan tingkah laku yang berpola dan sesuai dengan aturan. Secara khusus fungsi ego ini mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang dimunculkan.
D.  Tujuan Konseling Ego
Adapun tujuan konseling menurut Erikson adalah memfungsikan ego klien secara penuh. Tujuan lainnya adalah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk coping behavior yang dikehendaki dan dapat terbina agar ego klien itu menjadi lebih kuat. Ego yang baik adalah ego yang kuat, yaitu yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan dimana dia berada.
E.  Langkah-langkah Konseling Ego
Adapun langkah-langkah dalan penyelenggaraan konseling ego adalah:
1.    Membantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan dengan kehidupan, feeling terhadap peranannya, penampilan dan hal lain yang terkait dengan tugas-tugas kehidupannya.
2.    Klien diproyeksikan dirinya terhadap masa depan. Dalam hal ini konselor mendiskusikan tujuan hidup masa depan klien, sekaligus potensi-potensi yang dimilikinya. Konselor membawa klien agar mampu melihat hubunagn yang signifikan antara masa depan dan tujuan hidup klien dengan kondisinya di masa sekarang.
3.    Konselor mendiskusikan bersama klien hambatan-hambatan yang ditemuinya untuk mencapai tujuan masa depan.
4.    Konselor melalui proses interpretasi dan refleksi, mengajak klien untuk mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya. Selanjutnya konselor berusaha agar klien melihat hubungan antara perasaan perasaannya tadi dengan tingkah lakunya.
5.    Konselor membantu klien menemukan seperangkat hasrat, kemauan dan semangat yang lebih baik dan mantap dalam kaitannya dengan hubungan sosial. Kalau memungkinkan konselor melatihkan tingkah laku yang baru.

F.   Aturan  dalam Proses Konseling Ego
Ada  Beberapa aturan dalam konseling ego yaitu: 
1.    Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran. 
2.    Proses konseling bertitik tolak dari asas kekinian. 
3.    Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional. 
4.    Konselor hendaknya menciptakan suasana hangat dan spontan, baik dalam penerimaan klien maupun dalam proses konseling. 
5.    Konseling harus dilakukan secara profesional. 
6.    Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir keseluruhan kepribadian individu, melainkan hanya pada pola-pola tingkah laku salah suai saja. 

G. Teknik- Teknik Konseling Ego

Teknik yang dipakai tidak kaku, melainkan luwes sesuai dengan hak klien untuk menjadi dirinya sendiri, meliputi:
1.    Pengawalan: membina hubungan antara klien dan konselor.
2.        Pengontrolan proses, meliputi:
·      Memusatkan kegiatan pada tugas membangun ego strength klien
·      Mengontrol keseimbangan antara ekspresi klien yang bersifat kognitif maupun konatif (emosi) tetapi proses konseling tetap menekankan dimensi kognitif.
·      Mengontrol ambiguitas dalam proses konseling
3.    Transferensi (trans),  dalam konseling ego  transferensi dimaksudkan sebagai perasaan klien yang timbul terhadap konselor.
4.    Counter transference (konstrans), upaya konselor untuk mencegah munculnya perasaan terhadap klien dan mempengaruhi proses konseling.
5.      Diagnosis dan interpretasi, konselor bertanggungjawab merumuskan dan mendiagnosis masalah, serta memberikan kesempatan kepada klien untuk memahami masalah-masalahnya itu.
H.      Masalah yang Menjadi Perhatian Konseling Ego
1.    Apabila individu tertekan oleh keadaan yang menimpanya dan ego kehilangan kontrol, maka kontrol terhadap tingkah laku beralih dari kesadaran ke ketidaksadaran --- kontrol beralih dari ego ke id.
2.    Tingkah Laku Salah Suai (TLSS), Munculnya tingkah laku salah suai pada diri seseorang disebabkan oleh tiga faktor, yaitu: 
·      Individu di masa lalunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan merespon rangsangan dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang menjadi salah suai dalam bertingkah. 
·      Apabila pola coping yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai lagi dengan situasi sekarang. 
·      Fungsi ego tidak berjalan dengan baik, saat bertingkah laku salah satu fungsi ego atau ketiga-tiganya tidak berfungsi dengan baik, misalnya individu tersebut tidak mempertimbangkan untung ruginya dalam bertingkah laku, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang mengontrol perasaan, sehingga menjadi sorotan dari lingkungan dan tentu saja menimbulkan ketidaknyamanan bagi individu. 

3.    Rusaknya fungsi ego
Misalnya individu tersebut tidak mempertimbangkan untung ruginya dalam bertingkah laku tertentu, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang mengontrol perasaanya sehingga menjadi sorotan orang disekitarnya dan tentu saja menimbulkan ketidakenakan bagi yang bersangkutan.
Sumber:
Http://konseling ego/konseling-ego-dipopulerkan-oleh-erikson.html, diakses 31 Maret 2013


Konseling Humanistik


A.    Latar Belakang Teori  Konseling Humanistik
Aliran humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.
Maslow menyebutkan aliran humanistik sebagai "koalisi berbagai sempalan psikologi ke dalam suatu filsafat tunggal". Esensi filsafat tunggal itu, sebagaimana disebutkan Maslow, berwujud pengakuan bahwa species manusia memiliki ciri-ciri dan kesanggupan-kesanggupan yang unik ; terdapat nilai-nilai utama universal yang menjadi bagian dari alam biologis manusia, naluriah dan tidak dipelajari ; tujuan utama segenap upaya manusia adalah realisasi diri atau aktualisasi diri, yakni pengungkapan dan penggunaan kemungkinan-kemungkinan dan kesanggupan-kesanggupan secara penuh.
B.     Konsep Utama Konseling Humanistik
ü Pandangan Tentang Manusia
Humanistik memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupan dirinya. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan (hampir) segalanya. Manusia adalah makhluk dengan julukan “the self determining being” yang mampu sepenuhnya menentukan tujuan-tujuan yang paling diinginkannya dan cara-cara mencapai tujuan itu yang dianggapnya paling tepat. Pendekatan eksistensial humanistik berfokus pada manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Ada beberapa konsep utama dari pendekatan eksistensial, yaitu:

a.    Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan.
b.    Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan.
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang yang menjadi atribut dasarbagi manusia.
c.    Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahw dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang memberikan makna bagi kehidupan. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk yang rasional.
ü Ciri-Ciri Pendekatan Humanistik
Pendekatan humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu:
a.    Pendekatan humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan baru untuk memahami sifat dan keadaan manusia.
b.    Pendekatan humanistik menawarkan pengetahuan yang luas akan kaidah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia
c.    Psikologi humanistik menawarkan metode yang lebih luas akan kaidah-kaidah yng efektif dalam pelaksanaan psikoterapi.
ü Asumsi perilaku bermasalah Konseling Humanistik

Pribadi yang bermasalah menurut pandangan eksistensial-Humanistik yaitu tidak mampu memfungsikan dimensi-dimensi dasar yang dimiliki manusia, sehingga kesadaran tidak berfungsi secara penuh. Diantaranya ; inkongruen, negatif, tidak dapat dipercaya, tidak dapat memahami diri sendiri, bermusuhan dan kurang produktif.

Adapun Asumsi perilaku bermasalah Konseling Humanistik dipengaruhi oleh tidak terpenuhinya aspek-aspek sebagai berikut:
·      Kesadaran Diri

Berhubungan dengan kemampuan manusia untuk menyadari diri dan menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk aktivitas-aktivitas berpikir. Dengan demikian, meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia. Tidak jarang manusia yang tidak memiliki kesadaran akan dirinya akan mengalami masalah-masalah dalam kehidupannya.
·      Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri dn memiliki kebebasan untuk memilih diantara alternatif-alternatif. Masalah akan timbul jika manusia tidak bisa mengatur kebebasannya dan mengarahkan hidupnya.
·      Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain

Meliputi masalah-masalah yang berkaitan dengan kebutuhan dari luar dirinya sendiri, yaitu untuk berhubungan dengan orang lain dan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan manusia kesepian, mengalami aliensi, keterasingan, dan depersonalisasi.
·      Pencarian makna Hidup
·      Kecemasan sebagai syarat hidup
·      Kesadaran atas kematian dan Non-ada

C.    Tujuan Konseling Humanistik
 Menurut Gerald Corey (2010) ada beberapa tujuan konseling Eksistensial humanistik yaitu:
a.    Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi – potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Keotentikan sebagai “urusan utama psikoterapi” dan “nilai eksistensial pokok”. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik :
·       Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
·       Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang
·      Memikul tanggung jawab untuk memilih.
b.    Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
c.    Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan-kekuatan deterministic di luar dirinya.
D.    Proses Konseling Humanistik
·      Adanya hubungan yang akrab antara konselor dan konseli.
·      Adanya kebebasan secara penuh bagi individu untuk mengemukakan problem dan apa yang diinginkannya.
·      Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan keluhan serta perilaku individu dengan tanpa memberikan sanggahan.
·      Unsur menghargai dan menghormati keadaan diri individu dan keyakinan akan kemampuan individu merupakan kunci atau dasar yang paling menentukan dalam hubungan konseling.
·      Pengenalan tentang keadaan individu sebelumnya beserta lingkungannya sangat diperlukan oleh konselor.
E.     Teknik Konseling Humanistik
Konseling humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya separti teori Gestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor disini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
1.    Membina hubungan baik (good rapport)
2.    Membuat klien bisa menerima dirinya dengan segala potensi dan keterbatasannya.
3.     Merangsang kepekaan emosi klien Membuat klien bisa
4.    mencari solusi permasalahannya sendiri.
5.      Mengembangkan potensi dan emosi positif klien
6.      Membuat klien menjadi adequate

F.     Sikap Konselor dalam Proses Konseling Humanistik
Yang paling diutamakan oleh konselor eksistensial  humanistik adalah hubunganya dengan klien. Kualitas dari dua orang yang bertatap muka dalam situasi terapeutik merupakan stimulus terjadinya perubahan yang positif. Konselor percaya bahwa sikap dasar mereka terhadap klien, karakteristik pribadi tentang kejujuran, integritas dan keberanian merupakan hal-hal yang harus ditawarkan. Konseling merupakan perjalanan yang ditempuh konselor dan klien, suatu perjalanan pencarian menyelidiki kedalam dunia seperti yang dilihat dan dirasakan klien.
Konselor berbagi reaksi dengan kliennya disertai kepedulian dan empati yang tidak dibuat-buat sebagai satu cara untuk memantapkan hubungan terapeutik. May dan Yalom (1989) menekankan peranan krusial yang dimainkan oleh kapasitas konselor untuk disana demi klien selama jam terapi yang mencakup hadir secara penuh dan terlibat secara intens dengan kliennya. Sebelum konselor membimbing klien untuk berhubugan dengan orang lain, maka pertama-tama harus secara akrab berhubungan dengan klien.
G. Kelebihan Dan Kekurangan Konseling Humanistik
Adapun kelebihan Konseling Humanistik adalah:
a.    Selalu mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis, partisipatif-dialogis dan humanis.
b.     Suasana pembelajaran yang saling menghargai, adanya kebebasan berpendapat, kebebasan mengungkapkan gagasan.
c.    Keterlibatan peserta didik dalam berbagai aktivitas di sekolah, dan lebih-lebih adalah kemampuan hidup bersama (komunal-bermasyarakat) diantara peserta didik yang tentunya mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
Adapun kekurangan Konseling Humanistik adalah:
1.    Teori humanistik tidak bisa diuji dengan mudah.
2.    Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
3.       Psikologi humanistik mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis




Daftar Pustaka
Sudrajat , Akhmad. 2013. Konseling Humanistik  (artikel) tersedia di Http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/01/28/humanistik/html
Corey, Geral. 2010. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama